 |
| Menteri Keuangan, Sri Mulyani. |
Jakarta - Pemerintah menetapkan kebijakan strategis dalam mendukung pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes) dengan menjadikan dana desa sebagai jaminan apabila terjadi gagal bayar. Skema ini, yang dikenal sebagai intercept, disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR RI pada 3 Juli 2025.
“Pemerintah akan memberikan subsidi bunga, dan jika koperasi gagal bayar, akan dilakukan intercept melalui dana desa, Dana Alokasi Umum (DAU), atau Dana Bagi Hasil (DBH),” ujar Sri Mulyani, dikutip dari Radar Madiun.
Program Koperasi Merah Putih merupakan inisiatif Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pembentukan 80.000 koperasi desa sebagai pusat ekonomi rakyat. Hingga awal Juli, sebanyak 72.112 koperasi telah terbentuk dan masing-masing dapat mengakses pinjaman hingga Rp3 miliar melalui bank Himbara, dengan tenor enam tahun dan bunga 6 persen yang ditanggung koperasi.
Namun, kebijakan ini menuai perhatian dari kalangan pengamat. Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Zakiul Fikri, menilai program ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam penunjukan pengurus koperasi.
“Sebagian besar pengurus ditunjuk berdasarkan kedekatan dengan elite desa, bukan karena kapasitas atau kompetensi,” ujar Fikri
Pemerintah mengalokasikan Rp71 triliun dana desa dalam APBN 2025, dengan realisasi semester I mencapai Rp38,1 triliun. Jika koperasi mengalami wanprestasi, dana inilah yang akan dipotong melalui mekanisme intercept.
Sebagai bentuk mitigasi risiko, Kementerian Desa dan Kementerian Koperasi ditugaskan untuk memperkuat pengawasan dan memastikan tata kelola koperasi berjalan transparan dan akuntabel. Kopdes Merah Putih dirancang tidak hanya sebagai penyedia kebutuhan pokok seperti sembako dan pupuk, tetapi juga sebagai pusat layanan logistik, klinik kesehatan, dan apotek.
Laporan : Bagoes
sumber : Jurnalis Media Suara. com
