Jakarta,- Praktik penagihan yang menyerupai aksi premanisme kembali mencoreng wajah industri pembiayaan di Indonesia. PT. BFI Finance Indonesia Tbk. kini menjadi sorotan publik setelah secara resmi disomasi oleh MICHDAN & PARTNERS Law Office, atas dugaan tindakan perampasan kendaraan secara ilegal terhadap klien mereka, A M seorang debitur aktif yang masih menjalankan kewajiban angsuran.
Kejadian mengejutkan ini berlangsung pada 16 Juni 2025 di wilayah Lombok Tengah, NTB, ketika kendaraan milik Abdul Muluk, sebuah Nissan X-Trail tahun 2011, dirampas paksa oleh pihak yang mengaku sebagai utusan BFI Finance. Aksi ini terjadi tanpa surat resmi pengadilan, tanpa pemberitahuan sah, serta dilakukan dengan cara yang mengintimidasi dan merendahkan martabat, di tengah jalan umum — sebuah tindakan yang dinilai melanggar hukum dan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Pihak kuasa hukum menyebut tindakan BFI Finance telah melanggar beberapa ketentuan hukum, antara lain:
Pasal 365 KUHP tentang perampasan kekerasan, Pasal 15 PMK No.130/PMK.010/2012 tentang
penyelenggaraan perusahaan pembiayaan, dan Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 yang menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia hanya dapat dilakukan melalui pengadilan dengan persetujuan debitur.
Yang lebih mencengangkan, A M telah membayar cicilan sebesar Rp 75.318.500 dari pinjaman awal Rp 40 juta. Namun, pihak BFI justru menyodorkan tawaran “diskon” Rp 40 juta dari total pelunasan Rp 59,4 juta, sehingga jumlah keseluruhan yang harus dibayarkan menjadi tidak masuk akal, mencapai Rp 115 juta, seolah-olah pembayaran sebelumnya tidak diakui.
Penagihan dilakukan tanpa kop resmi perusahaan, dengan biaya tambahan dan denda yang dinilai mengada-ada, memperkuat dugaan ketidakprofesionalan dan manipulasi administrasi. Tindakan ini juga melibatkan pihak tak berkepentingan, saat kendaraan klien digunakan oleh orang lain yang tidak terkait langsung dalam kontrak kredit.
Somasi terbuka tersebut menuntut:
1. Pengembalian kendaraan dalam waktu 3 hari kerja sejak rilis ini diterbitkan;
2. Pembatalan seluruh tagihan sepihak yang tidak berdasar;
3. Penjelasan tertulis dari pihak BFI Finance atas insiden yang merugikan tersebut.
Apabila somasi ini tidak ditindaklanjuti, tim hukum menyatakan akan menempuh jalur pidana dan perdata serta melibatkan OJK, YLKI, Polda NTB, dan media sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak konsumen.
Pihak keluarga klien juga telah melaporkan kejadian ini ke Subdit II Reskrimsus dan Reskrim Umum Polda NTB, dengan menyertakan bukti lengkap komunikasi dan transaksi. Saat mendatangi Kantor BFI Cabang Mataram, keluarga hanya ditemui oleh satpam dan bagian penerima tamu, tanpa kehadiran pihak manajemen. Bahkan, saat berbicara dengan pihak dari Cabang Sumbawa, tidak ada solusi konkret yang diberikan, hanya alasan klasik bahwa "rekan sedang meeting" atau "visit."
MICHDAN & PARTNERS menyampaikan bahwa kasus ini akan menjadi momentum penting dalam melawan praktik-praktik penagihan yang melampaui batas kewenangan dan menabrak konstitusi. Publik pun diminta untuk ikut mengawal proses ini demi keadilan dan perlindungan konsumen di sektor pembiayaan nasional.
Narsum: MICHDAN & PARTNERS Law Office