Judol dan Pinjol Ilegal, Pimred Barsela24news: Pengancam Generasi Muda di Era Digital

Barsela24news.com

Pimpinan Redaksi (Pimred) Media Barsela24news, Ahmad S, AMd. (Foto dok: Barsela24news)


Barsela24news.com | Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, masyarakat Indonesia dihadapkan pada dua fenomena berbahaya yang terus mengintai: judi online dan pinjaman online ilegal (pinjol ilegal). Kedua praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi menghancurkan kehidupan pribadi, rumah tangga, tatanan sosial masyarakat, bahkan mengancam masa depan bangsa.

Judi online berkembang cepat melalui berbagai platform, dari situs web hingga aplikasi yang mudah diakses siapa saja. Kemudahannya menjadi jebakan bagi banyak orang, terutama generasi muda, yang tergoda oleh janji "kemenangan instan".

Padahal, di balik layar, sistem judi online dirancang sedemikian rupa untuk membuat pemain kalah. Korban tidak hanya mengalami kerugian materi, tetapi juga terjebak dalam lingkaran kecanduan, stres, bahkan depresi. Tak jarang, kecanduan ini berujung pada tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan, hingga bunuh diri.

Di sisi lain, seiring meningkatnya kebutuhan ekonomi, layanan pinjaman digital memang menjadi alternatif. Namun, banyak masyarakat tergelincir ke dalam jerat pinjol ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pinjol ilegal menawarkan pinjaman cepat tanpa syarat, namun menerapkan bunga mencekik dan denda harian yang tak masuk akal. Selain itu, praktik intimidasi, penyebaran data pribadi, hingga teror psikologis kepada peminjam dan keluarganya kerap terjadi.

Banyak kasus menunjukkan, peminjam yang awalnya hanya butuh dana Rp500 ribu, berakhir harus membayar hingga belasan juta rupiah dalam hitungan minggu. Tidak sedikit korban yang akhirnya memilih jalan tragis karena tekanan yang tak tertahankan.

Judol dan pinjol ilegal bagaikan dua sisi mata uang. keduanya kerap hadir bersamaan dalam siklus yang menciptakan kehancuran finansial dan mental.

Judol menawarkan harapan semu akan kekayaan instan. Dalam satu klik, seseorang bisa "bermain" dengan uang dan berharap hasil besar dalam waktu singkat. Sayangnya, seperti semua bentuk judi, sistem ini dirancang agar pemain lebih sering kalah. Akibatnya, uang habis, utang menumpuk, dan mental terguncang.

Ketika dana habis dan kecanduan sudah terlanjur mengikat, banyak orang beralih ke pinjol ilegal demi "modal bermain" berikutnya. Pinjol ilegal, yang menawarkan pencairan cepat tanpa prosedur rumit, menjadi pilihan instan—dan jebakan berikutnya. Bunga tinggi, ancaman sebar data, dan tekanan dari debt collector virtual menciptakan mimpi buruk yang tak berkesudahan.

Di sinilah terlihat jelas: judol dan pinjol ilegal bagaikan dua sisi mata uang yang sama. Yang satu menarik korban ke dalam ilusi kekayaan, yang lain menjebaknya dalam utang dan ketakutan.

Yang paling mengkhawatirkan, korban kedua praktik ini tidak lagi terbatas pada kelompok ekonomi tertentu. Mulai dari pelajar, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, hingga pensiunan—semua rentan jika tidak memiliki literasi digital dan finansial yang memadai.

Banyak kisah tragis bermula dari "sekadar coba-coba". Bermain judol demi iseng, meminjam online demi kebutuhan mendesak. Namun dalam hitungan minggu, mereka terseret dalam pusaran masalah yang tak mudah diselesaikan.

Hal yang paling mengkhawatirkan adalah, baik judol maupun pinjol ilegal telah menyeret genarasi muda, yang menjadi aset bangsa, masuk ke dalam lingkaran setan. Tidak sedikit anak-anak usia sekolah terjebak di dalam lingkaran setan itu. Tentunya hal ini sangat mengancam keberlangsungan masa depan bangsa Indonesia.

Hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan bahwa transaksi judol telah dilakukan oleh anak-anak berusia sejak 10 tahun di Indonesia.

Data PPATK Ungkap Fakta Mencengangkan. Data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp2,5 triliun. 71,6 persen masyarakat yang melakukan judol berpenghasilan dibawah Rp5 juta dan memiliki pinjaman diluar pinjaman perbankan, koperasi dan kartu kredit.

Editor: Redaksi