Mataram, NTB – Polemik rangkap jabatan di tubuh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat kembali mencuat. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB, Sadimin, diketahui hingga kini masih merangkap jabatan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ). Yang mengejutkan, Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal disebut menolak mengganti Sadimin, meski telah ada permintaan pengunduran diri dari jabatan rangkap tersebut.
Kondisi ini langsung menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari Direktur Nasional Politik NTB (NasPol NTB), Ardiansyah, yang akrab dikenal sebagai ZS. Ia menilai keputusan Gubernur NTB sebagai bentuk pembiaran atas potensi konflik kepentingan serius dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemprov.
“Ini pelanggaran terbuka terhadap prinsip dasar tata kelola pemerintahan. Sadimin adalah Kepala Dinas PUPR yang jelas-jelas pengguna anggaran, dan saat yang sama memegang kendali atas proses pelelangan melalui UKPBJ. Ini sangat rawan konflik kepentingan,” tegas Ardiansyah, Rabu (24/6/2025).
Zangaji menyebut pihaknya telah menyiapkan dokumen pengaduan resmi untuk dikirimkan ke sejumlah lembaga pengawas :
* Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP),
* Ombudsman RI Perwakilan NTB,
* Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),
* dan DPRD Provinsi NTB.
Tembusan laporan juga akan dikirim ke Ombudsman Republik Indonesia Pusat di Jakarta.
“Kami tidak akan tinggal diam melihat pembiaran seperti ini. Apa yang terjadi ini bukan hanya pelanggaran etika jabatan, tapi juga mencederai prinsip good governance dan transparansi. Kami akan pastikan lembaga-lembaga negara tahu dan mengambil sikap,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, UKPBJ dalam aturan Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, wajib bersifat independen dan tidak boleh berada di bawah unit kerja yang menjadi pelaksana kegiatan fisik atau pengguna anggaran.
Dengan menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR sekaligus Plt UKPBJ, Sadimin berpotensi memegang kendali penuh atas perencanaan, pelelangan, hingga pelaksanaan proyek-proyek fisik khususnya proyek infrastruktur yang anggarannya dominan di APBD NTB.
“Ini situasi di mana satu orang mengatur anggaran dan juga proses pengadaannya. Ini tidak sehat. Ini berbahaya. Kalau gubernur menolak mengganti, artinya gubernur mengabaikan integritas sistem,” pungkas Zangaji.
Zangaji menegaskan bahwa laporan ini bukan bentuk serangan pribadi, melainkan bagian dari fungsi kontrol publik. NasPol NTB, katanya, sedang memetakan sejumlah praktik birokrasi yang dianggap tidak sejalan dengan semangat reformasi tata kelola yang selama ini didengungkan.
“Kami akan kawal sampai tuntas. Rakyat punya hak tahu, dan pemerintah tidak boleh sembunyi di balik status ‘Plt’ untuk melegalkan konflik kepentingan,” ujarnya.
NasPol juga menyerukan kepada DPRD NTB untuk segera memanggil pihak eksekutif dan meminta klarifikasi terbuka atas sikap gubernur dalam kasus ini. (Red)