Jakarta,- Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menyoroti laporan media asing Al Jazeera yang menyebut bahwa Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan tingkat pengangguran kaum muda tertinggi di Asia. Kabar ini dinilanya kontradiktif dengan target pertumbuhan ekonomi yang dikejar di rentang 5,2 persen hingga 5,8 persen.
“Kita jangan lagi bicara pertumbuhan ekonomi kalau kenyataannya rakyat justru makin kehilangan pekerjaan. Kami mendesak Pemerintah segera menyusun strategi penurunan angka pengangguran di Indonesia, termasuk pengangguran angkatan muda,” ujar Nurhadi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/7/2025).
Dijelaskannya, ada lebih dari 7 juta rakyat Indonesia pada tahun 2025 ini yang berstatus pengangguran, satu juta di antaranya merupakan lulusan sarjana. Bahkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025 mencatat masih ada lebih dari tujuh juta pengangguran terbuka. Angka ini meningkat dibandingkan Februari 2024 sebanyak 7,20 juta orang. Dan 65 persen dari mereka adalah anak-anak muda.
Jumlah pengangguran di Indonesia mendapat sorotan dari media internasional, Al Jazeera pada 18 Juli 2025. Media yang berbasis di Qatar itu menuliskan cerita tentang keresahan seorang sarjana muda yang menganggur selama dua tahun sejak lulus kuliah. Dari sana, Al Jazeera kemudian menyimpulkan bahwa Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan tingkat pengangguran kaum muda tertinggi di Asia.
Sementara ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura melalui surveinya pada Januari 2025 yang mengatakan bahwa kaum muda Indonesia menunjukkan sikap yang jauh lebih pesimis terhadap perekonomian dan pemerintah, dibandingkan rekan-rekan mereka di Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan pernyataan pemerintah yang menyatakan angka pengangguran Indonesia turun pada 2025 ini. Selain pengangguran, angka kemiskinan absolut juga disebut sudah berkurang. Meskipun, besaran angka penurunan pada kemiskinan dan pengangguran tidak diungkap secara rinci oleh pemerintah.
“Pemerintah harus berhenti bermain narasi pencitraan. Yang dibutuhkan sekarang adalah terobosan nyata dalam penciptaan lapangan kerja berkualitas, bukan lagi proyek-proyek seremonial yang hanya bagus di laporan tapi nol dampaknya di lapangan,” ungkapnya.
Politisi Partai NasDem ini juga menilai upaya Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengurangi angka pengangguran dan menambahkan lapangan pekerjaan yang belum menunjukkan hasil signifikan. Program-program yang dikeluarkan Kemenaker untuk mengentaskan pengangguran di Indonesia belum optimal. Terbaru, Kemenaker diketahui akan meluncurkan program School to Work Transition yang didesain untuk mengurangi jumlah pengangguran muda.
“Saya melihat program-program ketenagakerjaan kita makin tidak nyambung dengan realitas pasar tenaga kerja. Kementerian sibuk dengan pelatihan-pelatihan, tapi lulusan pelatihannya tidak diserap industri. Ini kegagalan desain! Harus ada koreksi arah kebijakan,” tegas Nuradi.
Ia mendesak pemerintah untuk menyusun strategi penurunan pengangguran yang diarahkan pada penguatan vokasi berbasis kebutuhan industri riil. Termasuk skema dual training yang mengintegrasikan pelatihan di institusi pendidikan dan tempat kerja nyata.
Pihaknya juga mendorong perluasan akses pelatihan kerja berbasis digital dan ekonomi hijau sebagai respons terhadap arah transformasi ekonomi yang semakin terotomatisasi dan berorientasi pada keberlanjutan. Serta reformasi sistem perlindungan tenaga kerja sektor informal dan rentan, hingga jaminan sosial adaptif, kepastian hukum, dan pemberdayaan UMKM sebagai pilar penciptaan kerja rakyat.
Selain itu melalui fungsi pengawasan dan penganggaran, DPR akan terus mendorong agar arah kebijakan ketenagakerjaan benar-benar sejalan dengan aspirasi generasi muda, kondisi riil lapangan, dan visi jangka panjang pembangunan nasional.
“Pembangunan ketenagakerjaan harus didorong dengan pendekatan lintas sektor yang progresif dan antisipatif, bukan hanya kuratif. Penurunan angka pengangguran harus menjadi pintu masuk untuk menciptakan ekosistem kerja yang bermartabat, bukan sekadar alat politik angka,” tambahnya.
Ia pun akan mengusulkan Komisi IX DPR untuk memanggil stakeholder terkait seperti Kementerian Tenaga kerja, Bappenas, hingga lembaga vokasi, untuk mencari solusi atas situasi angka pengangguran muda yang semakin mengkhawatirkan. Serta memastikan arah kebijakan ini berpihak pada rakyat pencari kerja bukan pada kepentingan elite yang bermain proyek. (*)