Aceh Barat Daya – Rencana pembangunan Batalyon TNI di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) menuai gelombang penolakan keras. Jaringan Aneuk Syuhada (JASA) Abdya menyebut kebijakan itu sebagai bentuk provokasi terbuka dan pengkhianatan terhadap perjanjian damai Aceh.
Ketua JASA Abdya, Said Fadhli, mengingatkan pemerintah pusat untuk tidak bermain api di atas bara luka masyarakat Aceh. Ia menyebut pembangunan markas militer di tanah bekas konflik sebagai tindakan brutal yang bisa memicu ledakan sosial baru.
“Pembangunan Batalyon di Abdya adalah tindakan sembrono. Ini bukan hanya persoalan infrastruktur militer, tapi serangan terhadap ingatan kolektif dan martabat rakyat Aceh,” kata Said dalam keterangannya pada media ini, Kamis (7/8/2025) malam.
Said menegaskan, jika pemerintah tetap memaksakan agenda tersebut, JASA bersama rakyat akan turun ke jalan. Ia bahkan tak segan menyebut bahwa gerakan perlawanan bisa kembali muncul jika substansi MoU Helsinki terus diabaikan.
“Kalau pemerintah terus menginjak-injak MoU Helsinki dan UUPA, jangan salahkan kami jika rakyat Aceh kembali menuntut kemerdekaan. Karena ini sudah terlalu jauh,” ujarnya lantang.
Lebih jauh, Said menyinggung peran negara yang belum menuntaskan berbagai pelanggaran HAM di Aceh. Ia mengaku menjadi salah satu anak korban konflik yang kehilangan ayah secara misterius.
“Ayah saya dibunuh tanpa proses hukum, tanpa keadilan, tanpa kuburan. Sampai hari ini, negara diam. Lalu sekarang kalian datang dengan Batalyon? Ini penghinaan,” tegasnya.
Menurutnya, pembangunan markas militer di Abdya justru akan mencederai semangat rekonsiliasi dan membuka kembali luka yang belum sembuh.
“Ini bukan proyek biasa. Ini upaya menghapus ingatan perjuangan dan penderitaan rakyat Aceh. Pemerintah pusat harus tahu diri dan tahu sejarah,” ucapnya.
Said juga mengingatkan, kedamaian Aceh tidak dibeli dengan program atau proyek, tapi dibayar mahal dengan darah dan kehilangan. Jika pemerintah tetap memilih jalur represif, ia menyebut gejolak perlawanan adalah konsekuensi yang tak bisa dihindari.
“Damai ini lahir dari luka, bukan dari belas kasih Jakarta. Jangan pernah mengira rakyat Aceh sudah lupa, apalagi menyerah,” tutupnya.
Laporan : Redaksi