Guru Honorer Dihapuskan Akhir 2025, Hetifah: Jangan Sampai Ciptakan Kerentanan Baru bagi Pendidik

Barsela24news.com
  Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian

Jakarta,- Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mendesak pemerintah memastikan kebijakan penghapusan status guru honorer pada akhir 2025 tidak menciptakan ketidakpastian dan kerentanan baru bagi para pendidik.

Hetifah menjelaskan penghapusan status honorer bukan sekadar mengikuti alur reformasi birokrasi, melainkan sebuah momentum untuk melakukan revolusi kesejahteraan guru. Ia menekankan bahwa kebijakan ini harus menjawab akar persoalan ketidakpastian status, rendahnya perlindungan, dan timpangnya kesejahteraan guru honorer.

“Pada Hari Guru Nasional ini, pemerintah harus menunjukkan penghormatan nyata kepada guru. Pastikan masa depan mereka terjamin. Reformasi kepegawaian harus menjadi revolusi kesejahteraan guru, bukan beban baru,” tutur Hetifah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/11/2025).

Guru honorer yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri harus mendapatkan akses prioritas dalam proses penataan, baik melalui pengangkatan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun seleksi terbuka yang adil dan tidak diskriminatif.

“Tidak boleh lagi pengabdian belasan tahun menjadi alasan tertunda tanpa kepastian,” tegas politisi Partai Golkar ini.

Hetifah menekankan bahwa, jika status honorer akan dihapus, tidak boleh dimaknai sebagai penghapusan hak. Penghasilan layak, tunjangan tetap, jaminan sosial, serta perlindungan hukum harus menjadi klausul wajib dalam kebijakan baru. “Ini bukan bonus, ini hak dasar,” tandasnya.

Hetifah menyoroti perbedaan regulasi antara guru sekolah umum yang berada di bawah Kemendikbudristek), dan guru madrasah di bawah Kementerian Agama. Ia menekankan perlunya koordinasi erat antara Kementerian Agama, Kementerian PANRB, Kemendikbudristek, pemerintah daerah, dan BKN agar tidak ada guru yang terlantar.

“Jangan sampai reformasi kepegawaian justru menciptakan dua kecepatan: satu guru diuntungkan, yang lain tertinggal,” ujarnya.

Hetifah turut mengingatkan bahwa pemerintah melalui amanat UU ASN, aturan turunan, serta Surat Edaran KemenPAN-RB telah menetapkan bahwa hingga akhir 2025 nomenklatur guru honorer tidak akan ada lagi. Seluruh guru non-ASN yang memenuhi syarat akan diarahkan masuk dalam skema PPPK Paruh Waktu.

Namun hingga saat ini, proses penetapan dan pengangkatan PPPK Paruh Waktu masih menunggu terbitnya ketentuan teknis resmi dari Kementerian PANRB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“Keterlambatan regulasi teknis ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian bagi guru honorer di daerah,” jelasnya.

Untuk menghindari kekosongan layanan pendidikan, Hetifah menggarisbawahi bahwa pemerintah daerah tetap dapat mengusulkan kebutuhan tenaga guru melalui formasi instansional masing-masing pemda kepada KemenPAN-RB, apabila formasi nasional belum dibuka.

“Mekanisme ini penting agar sekolah tetap terpenuhi kebutuhan gurunya tanpa menyalahi ketentuan kepegawaian yang berlaku,” jelasnya.

Sebagai Ketua Komisi X, Hetifah menegaskan bahwa isu guru honorer bukanlah semata persoalan administratif. Ini adalah persoalan keadilan sosial dan kedaulatan pendidikan nasional.

“Jika kebijakan ini gagal, kita mengirim pesan bahwa pengabdian guru bukanlah investasi bangsa, melainkan beban yang bisa dicabut kapan saja,” kata Hetifah.

“Kita berbicara tentang ribuan guru yang mempertaruhkan kehidupan mereka demi generasi bangsa. Pemerintah harus menunjukkan bahwa mereka adalah prioritas, bukan pelengkap anggaran,” tambahnya.

Hetifah memastikan bahwa DPR RI akan terus menggunakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan untuk memastikan transisi ini berjalan adil, manusiawi, dan sesuai amanat undang-undang.

“Hari ini kita tidak sekadar memperingati Hari Guru Nasional. Kita menegaskan bahwa penghargaan terhadap guru harus diterjemahkan dalam regulasi, anggaran, dan tindakan nyata,” tutup Hetifah. (*)