Analisis kritis atas pera dan akuntabilitas Kepala Desa dan Perangkatnya
Pemerintah desa merupakan aktor utama dalam penyelenggaraan pembangunan lokal yang partisipatif, transparan dan berkelanjutan. Kepala desa dan perangkat desa memiliki mandat konstitusional untuk merancang, melaksanakan dan mengawasi Program-program pembangunan yang berpihak pada kepentingan warga.
Namun, dalam banyak kasus, justru pemerintah desa menjadi titik lemah dalam tata kelola, berkontribusi terhadap stagnasi, ketidakpercayaan publik dan kegagalan pembangunan.
Mengkaji kondisi faktual dari peran pemerintah desa yang tidak optimal, dampaknya terhadap tata kelola, serta menawarkan rekomendasi solutif untuk memperkuat akuntabilitas dan kapasitas kelembagaan desa.
Tiga indikator utama menunjukkan bahwa pemerintah desa belum menjalankan peran strategisnya secara maksimal;
1. Tanggung jawab utama yang tidak diemban secara profesional
-- Kepala desa dan perangkat desa memiliki kewenangan penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan.
-- Namun, dalam prakteknya banyak desa mengalami disorientasi kebijakan, lemahnya dokumentasi dan minimnya program.
2. Penyalahgunaan wewenang dan minimnya transparansi
-- Kasus korupsi, manipulasi anggaran dan pengambilan keputusan sepihak masih terjadi, menjadikan pemerintah Desa sebagai pihak pertama yang harus dimintai pertanggungjawaban.
-- Transparansi anggaran dan pelaporan kegiatan belum menjadi budaya kerja yang melembaga.
3. Kegagalan menyusun dokumen perencanaan secara partisipasif.
-- RPJMDes, RKPDes, dan APBDes sering disusun tanpa melibatkan warga secara bermakna.
-- Musrenbang desa hanya dijalankan sebagai formalitas, bukan sebagai ruang deliberatif yang inklusif.
Ketidak optimal peran pemerintah desa menimbulkan dampak sistematik yang merugikan tata kelola dan kualitas pembagunan. Menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi desa, karena warga merasa tidak dilibatkan dan tidak mendapatkan informasi yang jelas. Rendahnya efektivitas program pembangunan karena tidak berbasis kebutuhan riil dan tidak memiliki mekanisme evaluasi yang kuat.
Terpinggirkannya kelompok rentan dalam proses pengambilan keputusan akibat dominasi elite desa dan minimnya fasilitasi partisipatif. Melemahnya kontrol sosial dan pengawasan internal karena tidak ada sistem akuntabilitas yang berjalan secara konsisten.
Untuk memperbaiki peran pemerintah desa dalam tata kelola langkah strategis yang dapat diterapkan:
-- Penguatan kapasitas kepala desa dan perangkat desa_ laksanakan pelatihan tematik tentang perencanaan partisipatif, pengelolaan keuangan desa dan etika birokrasi. Dorong mentoring dan pendampingan teknis dari tenaga ahli yang memahami konteks lokal.
Transparansi dan akuntabilitas berbasis digital. Gunakan aplikasi terbuka untuk publikasi anggaran, laporan kegiatan dan dokumen perencanaan desa. Sediakan papan informasi digital dan kanal komunikasi warga untuk meningkatkan akses informasi.
Reformasi proses Musrenbang desa. Jadikan musrenbang sebagai ruang deliberatif yang inklusif dengan fasilitasi yang adil bagi semua kelompok masyarakat. Dokumentasikan hasil musyawarah secara terbuka dan integrasikan dalam dokumen perencanaan resmi. Penguatan peran BPD dan forum warga, libatkan BPD secara aktif dalam pengawasan dan evaluasi kebijakan desa. Bentuk forum warga sebagai rua g kontrol sosial dan advokasi kebijakan publik.
Pemerintah desa seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan yang adil dan partisipatif. Namun, ketika peran tersebut dijalankan tidak profesional dan tidak transparan, maka desa kehilangan arah dan kepercayaan publik.
Reformasi tata kelola harus dimulai dari penguatan kapasitas, transparansi, dan partisipasi warga dalam setiap tahap pembangunan dengan pendekatan yang sistematik dan konstektual.
Oleh: Ahmad S. AMd, Koordinator LSPI
