Dana Desa Untuk Bumdes Menguap, Pimred Barsela24news: Pemberdayaan Ekonomi dan Stabilitas Ketahanan Pangan Desa Terancam.

Barsela24news.com

Jakarta,- Program strategis pemerintah pusat untuk memperkuat ketahanan pangan di tingkat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) terancam gagal.

Sejumlah kepala desa di berbagai wilayah disinyalir mengabaikan amanat Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 3 Tahun 2025 yang mengalokasikan 20% Dana Desa untuk penyertaan modal BUMDes.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius akan masa depan BUMDes dan program ketahanan pangan nasional.

​Berdasarkan Permendes Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengaturan Penggunaan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan, setiap desa diwajibkan menyisihkan 20% dari total Dana Desa untuk dikelola oleh BUMDes.

Kebijakan ini bertujuan untuk memberdayakan ekonomi desa, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan ketersediaan pangan di tengah masyarakat, kata  Pimpinan Redaksi Media Cyber Barsela24news Ahmad S, Amd (Abi) yang juga aktif sebagai pengiat dan pemerhati Desa, Jumat (5/9/25).

Namun, laporan yang masuk dari berbagai daerah menunjukkan bahwa mayoritas kepala desa tidak menyalurkan dana tersebut, meskipun Dana Desa tahap pertama sudah cair sepenuhnya.

​Sejumlah pengurus BUMDes mengeluhkan tidak adanya modal yang disalurkan oleh pemerintah desa. Akibatnya, banyak BUMDes yang tidak dapat menjalankan program atau kegiatan produktif yang seharusnya berdampak langsung pada perekonomian masyarakat.

Sebagian besar BUMDes terancam bubar karena tidak memiliki kas untuk operasional. “Kami sudah punya rencana bisnis, tapi semua terhenti karena tidak ada modal. Dana desa yang seharusnya jadi suntikan modal justru tidak jelas ke mana perginya,” ungkap salah satu pengurus BUMDes yang tidak ingin disebutkan namanya.

​Pengabaian ini disinyalir sengaja dilakukan oleh para kepala desa karena minimnya pengawasan dan penekanan yang tegas dari pihak terkait. Pendamping desa dan pihak kecamatan, yang seharusnya mengawasi pengelolaan Dana Desa, dinilai tidak menjalankan tugasnya secara optimal.

Situasi ini menciptakan celah bagi penyalahgunaan anggaran yang merugikan masyarakat.

​Masyarakat dan pegiat antikorupsi mendesak adanya audit mendalam terhadap seluruh laporan penggunaan Dana Desa yang telah dibuat oleh pemerintah desa.

Mereka khawatir ada ‘kongkalikong’ antara pemerintah desa dan pihak pengawas, yang membuat penyimpangan ini lolos dari pantauan. Inspektorat dan aparat penegak hukum (APH) seperti Kejaksaan dan Kepolisian didesak untuk segera turun tangan mengusut tuntas masalah ini.

​”Kami butuh tindakan tegas, tidak ada lagi toleransi atau ampunan bagi tindakan korupsi, sekecil apa pun itu,” tegas seorang aktivis masyarakat sipil.

“Permasalahan ini bukan sekadar soal administrasi, melainkan dugaan tindak pidana korupsi yang disengaja. Dana desa tahap pertama sudah habis tanpa kejelasan peruntukannya. Kepala desa adalah pihak yang paling bertanggung jawab.” pungkasnya.

​Program ketahanan pangan adalah skala prioritas pemerintah pusat. Implementasi yang terhambat ini tidak hanya merugikan BUMDes, tetapi juga mengancam stabilitas pangan di tingkat desa.

Penegak hukum diharapkan lebih proaktif mendengarkan keluhan masyarakat, baik melalui pengaduan resmi maupun aduan individu, agar kasus serupa tidak terulang di masa depan dan menimbulkan efek jera bagi para pelaku. (Red)