Jakarta, 6 November 2025 —
Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) menanggapi hasil Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang dipimpin oleh Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam, terkait dugaan pelanggaran etik sejumlah anggota DPR RI pasca kerusuhan aksi pada Agustus–September 2025.
Dalam putusan yang dibacakan pada 5 November 2025, MKD menjatuhkan sanksi berbeda terhadap beberapa anggota dewan:
* Ahmad Sahroni (Fraksi NasDem) dijatuhi sanksi nonaktif selama enam bulan dengan penangguhan seluruh hak keuangan;
* Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio (PAN) dijatuhi sanksi nonaktif selama empat bulan;
* Nafa Indria Urbach (NasDem) dikenai sanksi nonaktif selama tiga bulan;
* Sementara Adies Kadir (Golkar) dan Surya Utama alias Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dan dikembalikan ke posisinya sebagai anggota DPR RI aktif.
Ketua MKD, Nazaruddin Dek Gam, dalam pernyataannya menyebut bahwa keputusan tersebut merupakan bagian dari komitmen lembaga untuk menjaga marwah dan integritas DPR RI agar tidak tercoreng oleh perilaku yang tidak pantas.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum PP KAMMI, Muhammad Amri Akbar, yang akrab disapa Amri, menilai bahwa putusan tersebut harus dijadikan momentum untuk memperkuat komitmen penegakan hukum dan keadilan yang objektif, transparan, dan bebas dari tekanan politik.
“Putusan MKD ini menegaskan pentingnya menjaga prinsip keadilan dan kehati-hatian dalam menilai setiap tuduhan publik. Namun, proses etik di parlemen tidak boleh menjadi akhir. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus menindak tegas aktor-aktor yang menebar hoaks, provokator, serta dalang di balik kerusuhan aksi Agustus–September lalu,” tegas Amri.
Lebih lanjut, Amri menegaskan bahwa peristiwa tersebut menjadi refleksi penting bagi gerakan mahasiswa dan organisasi kepemudaan untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap arah dan kemurnian gerakannya.
“Gerakan mahasiswa harus kembali kepada khittahnya sebagai kekuatan moral dan intelektual bangsa. Jangan sampai idealisme mahasiswa dikaburkan oleh kepentingan politik praktis. Gerakan kita harus berbasis pada kajian yang tajam, argumentasi yang rasional, dan keberpihakan pada rakyat serta konstitusi,” ujar Amri.
PP KAMMI juga menyerukan kepada seluruh elemen bangsa, terutama kalangan muda dan mahasiswa, untuk menjaga kondusivitas sosial, menolak segala bentuk provokasi, serta memperkuat literasi digital agar tidak mudah terjebak dalam arus disinformasi dan politik adu domba.
“Hoaks adalah musuh bersama yang merusak nalar publik dan memecah belah bangsa. Kami mengajak seluruh mahasiswa untuk menjadi benteng literasi, penjaga nalar sehat, dan penegak akal publik,” tambah Amri.
Menurut KAMMI, penyelesaian etik di DPR RI hanyalah sebagian kecil dari persoalan besar bangsa. Akar masalah yang melahirkan instabilitas sosial dan kerusuhan harus diusut hingga ke aktor intelektualnya.
“Keadilan tidak boleh berhenti di permukaan. Siapa pun yang memantik api kerusuhan, menyebar kebohongan, dan menunggangi keresahan publik harus dimintai pertanggungjawaban,” tegas Amri.
“Gerakan mahasiswa adalah suara nurani dan penjaga moral bangsa. Kami berdiri di atas nilai intelektual, etika, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” tutup Amri. (*)
