Aceh Barat – Masyarakat Kecamatan Woyla, Aceh Barat, menyatakan kekecewaan mendalam terhadap kinerja PT PLN (Persero) Ranting Teunom terkait persoalan pemadaman listrik yang dinilai tidak merata dan sangat merugikan warga. Kekecewaan ini disampaikan langsung oleh Kausar Yusmida, Amd.Kep., selaku Keuchik Gampong Kuala Bhee, Woyla.
Dalam sebuah pernyataan yang diterima media, Kausar Yusmida mendesak PLN agar bersikap adil dalam pembagian arus listrik di kawasan tersebut.
“Assalamualaikum wr. wb, kami atas Nama Masyarakat Kecamatan Woyla, memohon Keadilan Atas penyuplaian Pembagian Arus secara merata. Pihak Ranting Cabang Teunom khususnya yang menangani pembagian Arus agar bisa secara Adil,” ujar Kausar Yusmida, mewakili suara warga Woyla.
Kausar Yusmida menyoroti pola pemadaman yang terjadi di Woyla, di mana listrik seringkali padam total, atau hanya menyala dalam waktu sangat singkat, bahkan tidak lebih dari setengah jam. Kondisi ini menimbulkan keresahan dan kekhawatiran di tengah masyarakat.
“Jangan membuat Masyarakat resah dan Gelisah, apakah Masyarakat Woyla punya hutang dengan PLN Sehingga wilayah Woyla sama sekali tidak menyala, terkadang Menyala 1/2 jam lalu mati?” tegasnya.
Ia juga menuduh kebijakan pemadaman yang tidak stabil ini berpotensi merusak peralatan rumah tangga masyarakat dan menuntut pertanggungjawaban PLN.
“Jangan jadikan Percobaan dengan merusak Fasilitas Aksesoris Rumah Tangga Rakyat. Saat Fasilitas Rakyat rusak, apakah pihak PLN Bisa bertanggung Jawab?” tanya Kausar Yusmida.
Perbandingan Jomplang Meskipun memahami keterbatasan kapasitas arus yang dimiliki PLN, Keuchik Kuala Bhee itu tetap menekankan pentingnya asas keadilan. Ia membandingkan kondisi penyalaan listrik di Woyla dengan daerah-daerah tetangga, menunjukkan ketimpangan yang sangat jauh.
“Kami sangat memaklumi dengan Kekurangan Kapasitas Arus, tetapi mohon secara berkeadilan dalam pembagian Arus. Kami sangat Kecewa atas sikap PLN,” lanjutnya.
Kausar Yusmida merincikan data penyalaan yang diklaimnya:
* Aceh Jaya: 100% menyala
* Nagan Raya: 100% menyala
* Aceh Barat: 50% menyala
* Woyla: 8% menyala dengan menggunankan Genset.
Perbandingan ini memicu peribahasa lokal yang menggambarkan perasaan diperlakukan tidak adil: “Lage Boh HGYee,”.
“Giliran Padam jet jok kekamoe Woyla, menyoe menyala jet jok ke Aceh Jaya dan Nagan Raya,” tutupnya dalam bahasa Aceh, yang artinya, “Kalau giliran padam, di kasih ke kami Woyla, kalau giliran menyala, di kasih ke Aceh Jaya dan Nagan Raya.”
Kausar Yusmida menutup pernyataannya dengan sebuah peribahasa bijak, menyiratkan bahwa keluhan rakyat seringkali terabaikan di hadapan kekuasaan pembuat keputusan:
> "leu leu ie krueng yang gebileng ie kuala, adak be leu that saran dan pendapat ureung, yang gehitung tetap pendapat raja."
(Muhammad Fawazul Alwi)
