Diduga Menjadi Korban TPPO, Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti Didampingi FAP Law Firm, lapor ke Bareskrim Polri

Barsela24news.com

Jakarta,- Law Firm Fidel Angwarmasse & Partners (FAP Law Firm) bersama dengan Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti membuat Laporan Polisi ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia atas dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada Senin, 29 September 2025.

Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti adalah suami istri, warga negara Indonesia asal Temanggung, Jawa Tengah yang dijanjikan pekerjaan sebagai tester bubble tea di Vietnam oleh seorang wanita berinisial AM.

Awalnya, AM menawarkan lowongan pekerjaan di Taiwan dengan biaya per orang Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan proses hingga pemberangkatan hanya membutuhkan waktu 7-14 hari. 

Tertarik dengan tawaran AM, Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti  kemudian membayar 15 juta dengan cara mentransfer langsung ke rekening BCA atas nama AM.

Selama menunggu proses pengurusan dan kepastian pemberangkatan ke Taiwan, AM terus menawarkan, mengajak dan meyakinkan Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti  dengan mengatakan : Vietnam yg cpt, Syarat ya jg ga ribet, direct company, dpt tmpt tgl, Fasilitas, Krja santai, D upah jg lumayan, Enak jg KLW suami istri tu bisa , Enak aman lg, Cpt perginya, Kan upah ya, D kash mngguan atau per 2 hri, Makan ntr d koordinasi d Ksh yg makan pagi,  Ada prgi2 beli Buble tea, D KSH uang buat beli y”

Karena menunggu proses pengurusan dan kepastian pemberangkatan ke Taiwan yang awalnya dijanjikan oleh AM hanya membutuhkan waktu 7-14 hari namun hingga 1 bulan lebih, belum ada kabar sehingga karena kebutuhan, keinginan untuk bekerja, akhirnya Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti terpengaruh dengan tawaran, ajakan dan iming-iming dari AM dan memutuskan untuk mengusahakan biaya admin, yaitu masing-masing sebesar 25 juta.

Dengan segala upaya, menggadaikan mobil, meminjam dari saudara, akhirnya Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti membayar biaya admin, yang totalnya sebesar 45 juta, kemudian Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti  diberangkatkan ke Vietnam dengan dalih penempatan kerja, dengan pekerjaan sebagai tester Bubble Tea.

Selama berada di Vietnam, Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti  ditempatkan bersama  8 (delapan) orang lain yang telah duluan  di RiverGate Apartment Saigon, 151 – 155, district  4, Hô Chi Minh 754522, Vietnam. 

Kurang lebih 2 bulan lamanya, Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti bekerja bahkan 8 orang lainnya, tidak dibayarkan upah (gaji) sebagaimana dijanjikan oleh AM.

Kasus ini menjadi preseden penting dalam membongkar praktik perdagangan orang bermodus perekrutan kerja. Berdasarkan hukum Indonesia, Perbuatan AM telah memenuhi unsur dalam :

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) : "Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi".

Pasal 4 :
“Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

Dalam kasus TPPO ada tiga unsur yang harus dipenuhi, yakni tindakan (act), cara (means), dan tujuan (purpose). Dalam kasus Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti, AM melakukan perekrutan dan memindahkan Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti dari Indonesia ke Vietnam, telah memenuhi unsur kedua, yakni cara yang ilegal, seperti penipuan. Fakta bahwa perekrutan yang dilakukan oleh AM terhadap Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti dengan cara tipu muslihat, rangkaian kebohongan bahwa akan bekerja di Vietnam, dengan gaji per-hari atau per-minggu.

Kasus Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti juga memenuhi unsur TPPO ketiga, yakni tujuan direkrutnya adalah untuk tujuan eksploitasi, yakni Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti bekerja namun tidak diberikan upah (gaji).
memaksa Ani melakukan tindak kejahatan yang akan menguntungkan orang-orang yang merekrutnya. Dalam literatur TPPO, model kasus yang dialami Sugiri Dwi Rohman dan Sumarti biasanya disebut sebagai TPPO dengan unsur eksploitasi ekonomi.

FAP Law Firm mendorong Mabes Polri bertindak proaktif dalam menyelidiki kasus-kasus TPPO dengan unsur eksploitasi ekonomi semacam ini.

Tindak pidana perdagangan orang bukanlah pelanggaran biasa, melainkan kejahatan berat yang menuntut perhatian dan penindakan tegas. 

Fidel Angwarmasse, SH., MH
Managing Partners FAP Law Firm

Laporan; Rais