MATARAM – Dugaan praktik suap dalam pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) periode 2024–2029 mencoreng citra demokrasi nasional dan meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB). Dua nama senator asal NTB, Muhammad Rifky Farabi dan Mirah Midadan Fahmid, disebut dalam laporan dugaan suap yang kini menjadi sorotan publik.
Ketua Pemuda Berdaya NTB, Habib AR Asry, menilai bahwa keterlibatan dua senator muda asal NTB dalam pusaran skandal suap adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Ia menyebut kasus ini sebagai tamparan keras bagi wajah politik lokal yang selama ini tengah berjuang membangun citra bersih dan berintegritas.
“Ini bukan sekadar isu nasional, tapi sudah menyentuh identitas dan harga diri masyarakat NTB. Jika dugaan itu benar, maka ini adalah bentuk pengkhianatan atas kepercayaan yang diberikan rakyat,” kata Habib kepada wartawan, Jumat (27/9).
Dikatakan, bahwa dugaan ini mencuat setelah Fithrat Irfan, mantan staf DPD RI, melaporkan adanya praktik pembagian uang kepada 95 anggota DPD RI secara langsung—door to door ke kamar masing-masing senator. Uang diduga diberikan untuk memuluskan pemilihan Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD. Masing-masing senator dikabarkan menerima 13.000 dolar AS.
Dalam pembagian itu, Nama Muhammad Rifky Farabi dan Mirah Midadan Fahmid, dua senator dari NTB, disebut turut menerima uang tersebut. Meski hingga saat ini belum ada klarifikasi resmi dari kedua pihak, masyarakat NTB telah bereaksi keras.
Koalisi Pemuda dan Rakyat NTB menggelar aksi protes di depan Kantor Sekretariat DPD RI Perwakilan NTB. Aksi tersebut berlangsung damai namun penuh simbol perlawanan. Spanduk sepanjang 200 meter terbentang dengan tulisan “NTB Malu, Senator Korup" pesan yang mencerminkan kekecewaan mendalam.
“Kami tidak akan berhenti sebelum ada klarifikasi terbuka dan tindakan dari KPK. Rakyat butuh kejujuran, bukan drama politik,” ujar Saidin, Koordinator Koalisi.
Koalisi juga merencanakan gelombang aksi lanjutan di sejumlah titik strategis di NTB, termasuk kampus dan pusat kota. Mereka menuntut agar KPK segera turun tangan, serta meminta kedua senator memberikan klarifikasi kepada publik.
Menurutnya, NTB dikenal sebagai salah satu provinsi dengan potensi besar di bidang pariwisata, pertanian, kelautan, dan budaya. Citra provinsi sebagai “gerbang timur” Indonesia memerlukan perwakilan politik yang tidak hanya cerdas, tapi juga bersih dan kredibel.
Habib menekankan pentingnya menjaga marwah politik daerah, terutama di tengah generasi muda yang semakin kritis terhadap politik.
“Generasi muda NTB membutuhkan teladan. Jika pemimpinnya terlibat dalam praktik kotor, apatisme politik akan tumbuh subur. Ini berbahaya bagi masa depan demokrasi,” ujarnya.
Untuk itu, Habib mendesak kedua senator untuk bersikap terbuka kepada publik. Jika memang tidak bersalah, keduanya diminta segera menggelar konferensi pers, membuka rekening pribadi untuk audit, dan bersedia diperiksa oleh KPK. Sebaliknya, jika terlibat, mereka diminta bertanggung jawab secara moral dan hukum.
“Kita tidak menuduh. Tapi diamnya mereka memperkuat kecurigaan. Ini soal pertanggungjawaban, bukan pencitraan,” tegasnya.
Selain itu, Skandal ini menjadi pelajaran bagi seluruh masyarakat NTB untuk lebih selektif dalam memilih wakil rakyat. Menurut Habib, integritas dan rekam jejak calon harus menjadi pertimbangan utama, bukan sekadar popularitas atau janji kampanye.
“Kita harus bangkit dari skandal ini. NTB harus menjadi pelopor gerakan politik bersih. Rakyat harus jadi pengawas utama,” tutup Habib.
Dipaparkan lebih jauh, Skandal dugaan suap di DPD RI bukan sekadar krisis politik, melainkan juga ujian moralitas bagi seluruh pemangku kepentingan demokrasi. Masyarakat NTB kini menunggu, bukan hanya jawaban dari senatornya, tetapi juga langkah nyata dari aparat penegak hukum dan komitmen publik untuk terus mengawal integritas politik di daerah.
“Setiap hari tanpa kejelasan, adalah luka yang terus menganga bagi rakyat NTB.” tutupnya (Red).