Ranah Minang Luluh Lantak Diterjang Banjir Bandang dan Longsor

Barsela24news.com

Jakarta,- Ranah Minang kembali berduka. Hujan dengan intensitas tinggi yang mengguyur Sumatera Barat selama beberapa hari terakhir memicu banjir, banjir bandang, dan tanah longsor di sedikitnya 11 kabupaten/kota. Ribuan rumah terendam, akses jalan terputus, fasilitas umum rusak, dan korban jiwa terus bertambah.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menetapkan status tanggap darurat bencana hidrometeorologi selama 14 hari, mulai 25 November hingga 8 Desember 2025, menyusul meluasnya dampak bencana di berbagai daerah.

Korban Jiwa dan Warga Terdampak

Data resmi yang dirilis BPBD Sumbar dan pemerintah daerah hingga Kamis (27/11) petang mencatat sedikitnya 12 orang meninggal dunia akibat banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumbar. Sebelumnya, BPBD Sumbar melaporkan 9 korban meninggal hingga Kamis siang, sebelum angka itu kembali naik seiring pembaruan data dari lapangan.

Secara keseluruhan, puluhan ribu warga terdampak. Di Kota Padang saja, BPBD setempat melaporkan 27.138 jiwa terdampak, dengan 80 unit rumah mengalami kerusakan (2 rusak berat, 61 rusak sedang, dan 17 rusak ringan) serta satu mushalla rusak berat. Bencana juga memutus jalan sepanjang 60 meter dan merusak delapan intake PDAM yang berimbas pada layanan air bersih. Selain itu, sebuah jembatan dan puluhan kendaraan juga dikabarkan hanyut.

Di Kota Solok, banjir akibat meluapnya Sungai Batang Lembang dan Batang Gawan menyebabkan 598 kepala keluarga atau 3.362 jiwa terdampak dan 224 rumah terendam. Status darurat bencana banjir pun resmi ditetapkan.

Di Kabupaten Pasaman Barat, banjir yang meluas menyebabkan 724 KK atau 1.316 jiwa terdampak, dengan 541 rumah terendam serta kerusakan lahan pertanian dan kebun. Kerugian sementara di daerah ini diperkirakan mencapai Rp363 juta.

Ribuan Rumah Terendam di Padang Pariaman dan Solok

Skala kerusakan di Kabupaten Padang Pariaman menjadi salah satu yang paling besar. Menurut BPBD Sumbar, sekitar 3.076 rumah terendam banjir dengan total 9.228 jiwa terdampak. Ketinggian air di permukiman warga bervariasi antara 30 hingga 150 sentimeter, dan ratusan hektare sawah ikut terendam. Kerusakan terparah mulai dari Ulakan hingga pesisir Gasan Gadang.

Di Kota Padang, pemerintah kota melaporkan bahwa hingga 27 November, bencana alam berupa banjir terjadi di 14 titik, banjir bandang di 12 titik, longsor di 7 titik, pohon tumbang di 20 titik, dan puting beliung di 2 titik. Kondisi ini membuat sejumlah kawasan permukiman seperti Parak Jambu, Dadok Tunggul Hitam, dan beberapa kelurahan lain di Koto Tangah, Koto Tengah, dan Nanggalo sempat terisolasi akibat tingginya genangan air.

Laporan terpisah dari berbagai daerah juga menyebut kerusakan jembatan, fasilitas pendidikan, rumah ibadah, hingga jaringan air bersih. Di beberapa titik, warga harus dievakuasi menggunakan perahu karet karena arus deras dan material kayu serta lumpur yang menyapu permukiman.

Kamis pagi, kawasan jembatan kembar batas Kota Padangpanjang di daerah Silaing, juga dihantam galodo. Beberapa rumah dan warga dikabarkan hanyut dana tertimbun.

BNPB menyebut bencana yang terjadi di Sumbar saat ini sebagai bagian dari rangkaian bencana hidrometeorologi basah yang mendominasi kejadian bencana di Indonesia pada akhir 2025. Hujan dengan intensitas tinggi dan durasi panjang membuat banyak daerah di Sumbar memasuki kategori siaga hingga awas banjir dan longsor.

Laporan BNPB yang dirangkum dalam berbagai situation report menyebut bahwa dalam beberapa hari terakhir hampir seluruh kabupaten/kota di Sumbar terdampak dalam berbagai tingkat keparahan, mulai dari banjir genangan hingga banjir bandang dan longsor besar yang menimbun rumah dan menutup akses jalan utama.

Kerugian ekonomi yang tercatat sementara di tingkat provinsi telah menembus Rp6,53 miliar, mencakup kerusakan rumah warga, fasilitas umum, infrastruktur jalan dan jembatan, serta gangguan layanan dasar seperti air bersih dan listrik. Angka ini diperkirakan masih akan bertambah seiring proses pendataan lanjutan.

Tanggap Darurat dan Evakuasi Massal

Menjawab situasi ini, Pemerintah Provinsi Sumbar menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari dan memusatkan koordinasi penanganan bencana di BPBD provinsi. Sekretaris Daerah Sumbar, Arry Yuswandi, bahkan memutuskan untuk berkantor di BPBD selama masa tanggap darurat untuk memastikan koordinasi lintas kabupaten/kota berjalan efektif.

Pemerintah Kota Padang, Padang Pariaman, Solok, dan kabupaten/kota lain mengoperasikan dapur umum, posko pengungsian, serta layanan kesehatan darurat. BPBD, TNI, Polri, Basarnas, Satpol PP, Damkar, relawan, dan organisasi masyarakat bergerak bersama melakukan evakuasi, pembersihan material longsor, perbaikan akses jalan, hingga distribusi logistik bagi warga terdampak.

BMKG sendiri telah memperpanjang peringatan potensi cuaca ekstrem di Sumbar hingga setidaknya 29 November 2025. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diminta meningkatkan kewaspadaan, khususnya di daerah-daerah rawan banjir bandang dan longsor, serta menyiapkan langkah evakuasi dini bagi masyarakat di bantaran sungai dan lereng perbukitan. (@l/ant/dtc)