Jakarta,- Kritik pedas dilontarkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie terhadap kebijakan anggaran pendidikan pemerintah. Meski konstitusi mengamanatkan 20 persen APBN dan APBD untuk pendidikan, realitasnya, kata Jimly, penggunaan anggaran masih jauh dari harapan.
“Guru dianggap beban, sehingga tujuan anggaran 20 persen di UUD dan putusan MK tidak pernah dilaksanakan dengan itikad baik,” tegas Jimly lewat akun X miliknya, Selasa (19/8/2025).
Ia menilai seharusnya alokasi anggaran dibagi secara proporsional untuk tiga aspek utama: guru dan dosen, siswa serta mahasiswa, dan sarana pendukung pendidikan. Namun praktik selama ini, justru membuat biaya pendidikan makin mahal, sementara kesejahteraan tenaga pendidik tetap rendah.
Kritik ini muncul di tengah pemerintah yang menetapkan anggaran pendidikan 2026 mencapai Rp757,8 triliun. Dari jumlah itu, Rp150,1 triliun dialokasikan untuk peningkatan fasilitas sekolah dan kampus, serta Rp178,7 triliun untuk gaji dan tunjangan profesi guru dan dosen.
Presiden Prabowo Subianto dalam pidato Nota Keuangan RAPBN 2026 menegaskan, pendidikan akan menjadi pilar utama pembangunan sumber daya manusia (SDM). “Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mencetak SDM unggul yang berdaya saing global. Pendidikan adalah instrumen untuk memberantas kemiskinan,” ujar Prabowo.
Meski demikian, Jimly menegaskan, tanpa perbaikan cara pandang terhadap guru dan mahasiswa sebagai subjek utama, anggaran besar hanya akan menjadi angka-angka di atas kertas. “Pendidikan jadi makin mahal, guru dan dosen tetap tak sejahtera,” pungkasnya. (@l)