Sekjen MPM UTU Nilai SP 1 DPM U Terhadap PEMA UTU Tidak Sah dan Sarat Kejanggalan

Barsela24news.com


Meulaboh – Polemik kembali mencuat di lingkungan Universitas Teuku Umar setelah keluarnya Surat Peringatan (SP1) dari DPM UTU dengan nomor surat 038/DPM-UTU/IX/2025, kepada PEMA UTU. MPM UTU Melalui Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) UTU, Suhada Syahkubat, menilai surat tersebut tidak sah dan penuh kejanggalan.


Suhada menjelaskan, secara prosedural SP itu bermasalah karena tidak memenuhi kelengkapan administratif penting. Salah satu yang paling mencolok adalah tidak adanya tanda tangan dari Komisi Kebijakan dan Pengawasan, sehingga surat tersebut kehilangan salah satu syarat resmi agar dianggap sah.


Lebih jauh, Suhada menyoroti isi surat yang sangat berbeda dengan fakta. Di dalam SP disebutkan bahwa PEMA UTU telah vakum selama tiga bulan, padahal program kerja PEMA baru disahkan sekitar satu bulan lalu setelah Rapat Kerja (Raker). 


“Ini jelas menimbulkan pertanyaan. Bagaimana mungkin organisasi yang baru seumur sebulan langsung divonis vakum tiga bulan?” tegasnya.


Sebagai lembaga legislatif tertinggi di KBM UTU (Pasal 16–17 AD/ART KBM UTU 2025), MPM menilai penting untuk memberikan tanggapan resmi atas keluarnya SP tersebut. Hal ini juga sejalan dengan Pasal 18 yang mewajibkan MPM menjunjung tinggi perundang-undangan KBM UTU, menampung aspirasi, dan menetapkan hal-hal yang dianggap perlu.


Selain itu, berdasarkan Pasal 19,  MPM memiliki hak melakukan penertiban terhadap aturan, kebijakan, dan kegiatan kemahasiswaan yang tidak sesuai dengan AD/ART KBM UTU. 


“Artinya, kami tidak hanya berhak, tapi juga wajib bersuara ketika ada produk kelembagaan yang cacat prosedur atau menyimpang dari aturan,” tambah Suhada.


Lebih keras lagi, Suhada menilai bahwa sangat banyak permasalahan yang dilakukan DPM sejak awal kepengurusan hingga sekarang. Mulai dari administrasi, koordinasi, hingga produk hukum yang dinilai bermasalah. Ironisnya, hingga saat ini MPM sama sekali tidak pernah menerima laporan pengawasan dari DPM baik formal maupun non formal, padahal itu merupakan kewajiban yang jelas diatur dalam AD/ART.


Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan mahasiswa: apakah Ketua DPM masih layak dipertahankan?


Ia menegaskan, lembaga mahasiswa seharusnya menjaga sinergi demi kepentingan bersama, bukan justru melahirkan polemik yang melemahkan kepercayaan mahasiswa. 


“Setiap keputusan atau surat resmi semestinya disusun dengan cermat, sesuai mekanisme, dan tidak terburu-buru,” tutup Suhada


Laporan : Muhammad Fawazul Alwi