Mataram, NTB, 9 November 2025 — Sejumlah peserta seleksi calon anggota Komisi Informasi (KI) Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2025–2029 menyampaikan keberatan keras terhadap proses seleksi yang dinilai sarat maladministrasi, inkonsistensi prosedur, dan dugaan titipan politik. Hal itu diungkap dalam konferensi pers yang digelar bersama kuasa hukum peserta, di Mataram.
1. Fokus Masalah: Bukan Siapa yang Lulus, Tapi Proses yang Cacat
Dalam pernyataannya, Hendri Salahuddin, salah satu peserta seleksi, menegaskan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan siapa yang dinyatakan lulus, namun menyoroti ketidakkonsistenan dan kejanggalan dalam tahapan seleksi mulai dari pendaftaran, administrasi, hingga pengumuman 15 besar.
“Kami tidak mempermasalahkan siapa yang lulus. Yang kami persoalkan adalah prosesnya yang inkonsisten, bahkan berpotensi maladministrasi,” ujar Hendri.
2. Kejanggalan pada Tahap Administrasi
Peserta menemukan sejumlah pelanggaran pada tahap administrasi, antara lain:
- Kebingungan panitia mengenai dokumen asli dan fotokopi untuk surat pernyataan tidak pernah dihukum.
- Surat keterangan sehat dan jiwa dari puskesmas diterima, padahal syarat resmi menyebut harus dari rumah sakit pemerintah.
- Peserta berlatar belakang partai politik aktif (anggota/pengurus) tetap diloloskan, meski telah menandatangani surat pernyataan bebas parpol 5 tahun terakhir di atas materai Rp10.000.
3. Kejanggalan Tahap Tes CAT dan Psikotes
Peserta juga menyoroti ketidakwajaran dalam tes tertulis (CAT) dan psikotes:
- Dalam tes CAT, peserta diminta menulis visi dan misi, yang semestinya diserahkan saat administrasi awal.
- Passing grade CAT tidak diumumkan, berbeda dengan periode sebelumnya.
- Dalam psikotes, sejumlah instrumen penting seperti tes menggambar manusia, bangunan, dan pohon tidak digunakan.
- Soal psikotes dinilai tidak relevan untuk mengukur kemampuan dan karakter calon komisioner.
- Beberapa peserta menerima wawancara lebih dari 40 menit, sementara lainnya di bawah standar waktu 20 menit, tanpa kejelasan kriteria penilaian.
4. Dugaan Titipan dan Intervensi
Peserta juga mengungkapkan adanya dugaan intervensi dan titipan dari ormas dan pihak tertentu yang berpengaruh terhadap hasil 15 besar.
“Kami mendapat informasi ada ormas yang menitip langsung ke pejabat tinggi di NTB, dan nama-nama itu lolos semua. Timsel kami nilai justru berhasil mengamankan titipan-titipan ini,” tegas Hendri.
5. Respons Pemerintah yang Diam
Peserta mengaku telah melayangkan surat resmi ke Tim Seleksi, Gubernur NTB, Ketua DPRD, dan Komisi I DPRD NTB, namun tidak ada satu pun yang merespons.
“Semua surat kami diam. Tidak ada satu pun tanggapan dari pihak yang kami kirimi surat,” tambahnya.
6. Langkah Hukum: PTUN dan Ombudsman
Kuasa hukum peserta, Ery J, menjelaskan bahwa pihaknya tengah menyiapkan langkah hukum terukur, antara lain:
1. Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bila tidak ada penyelesaian dari Timsel atau Gubernur NTB.
2. Laporan ke Ombudsman Republik Indonesia terkait dugaan maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang.
3. Hearing dengan DPRD Provinsi NTB untuk menyampaikan langsung temuan dan bukti yang dimiliki.
“Normatifnya sudah sangat jelas. Jika saja aturan dijalankan dengan benar, pelanggaran-pelanggaran ini semestinya tidak terjadi. Kami akan ajukan laporan resmi ke Ombudsman dan siap menggugat ke PTUN,” tegas Ery.
7. Pembentukan Forum Peserta Seleksi KI NTB., Sebagai wadah perjuangan hukum dan moral, para peserta juga membentuk Forum Peserta Seleksi KI NTB Pro Transparansi yang akan menjadi representasi resmi dalam upaya hukum maupun advokasi publik. Forum ini juga akan merilis pendapat hukum dan analisa regulatif agar publik memahami detail dugaan pelanggaran yang terjadi.
8. Penutup
Peserta menegaskan bahwa perjuangan ini bukan semata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk menjaga integritas lembaga Komisi Informasi sebagai benteng keterbukaan publik di daerah.
“Bagaimana lembaga yang tugasnya mengawasi keterbukaan informasi justru lahir dari proses yang tertutup dan penuh kejanggalan? Ini ironis,” tutup Hendri Salahuddin. (BR/Red)
