Banda Aceh | Tokoh muda Aceh, Alhadi, mendesak Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk segera mencopot Komandan Korem (Danrem) 011/Lilawangsa, Kolonel Infanteri Ali Imran, yang dinilai tidak memahami dan mengabaikan butir-butir Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki. Desakan tersebut disampaikan Alhadi kepada media ini pada Jum’at, 26 Desember 2025.
Alhadi menilai tindakan Danrem Lilawangsa telah mencederai semangat perdamaian Aceh yang dibangun dengan susah payah selama hampir dua dekade terakhir. Ia sangat menyayangkan sikap Danrem yang mengaku sebagai putra asli Aceh, namun justru memperlihatkan perilaku yang dianggap arogan, represif, dan tidak berpihak pada penderitaan rakyat Aceh yang tengah dilanda bencana.
“Sebagai putra Aceh, seharusnya beliau paling paham psikologi dan luka batin rakyat Aceh. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, seolah ada kebencian yang ditanamkan terhadap rakyatnya sendiri,” tegas Alhadi.
Kekecewaan tersebut dipicu oleh tindakan Danrem Lilawangsa yang menghadang pergerakan dan konvoi rakyat Aceh yang menuntut pemerintah pusat agar segera menetapkan status bencana nasional atas musibah banjir besar yang melanda Aceh dan beberapa wilayah Sumatra. Dalam peristiwa itu, Danrem disebut mengeluarkan pernyataan dan kata-kata yang dinilai provokatif, alih-alih melakukan pendekatan persuasif dan humanis.
“Yang dihadapi itu rakyat sendiri, bangsa sendiri, bukan musuh negara. Seharusnya TNI hadir sebagai pelindung dan pengayom rakyat, bukan justru memantik emosi publik,” ujar Alhadi.
Peristiwa tersebut dengan cepat menjadi viral di Aceh dan jagat maya, memicu reaksi keras dari masyarakat luas. Gelombang kritik mengalir dari berbagai elemen, mulai dari tokoh masyarakat, aktivis, hingga generasi muda Aceh. Bahkan, menurut Alhadi, kejadian ini turut menjadi perhatian komunitas internasional yang selama ini mengawal proses perdamaian Aceh.
Atas dasar itu, Alhadi secara tegas meminta KSAD untuk menindak tegas Danrem 011/Lilawangsa dan tidak mentolerir tindakan aparat yang berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap TNI serta meruntuhkan nilai-nilai perdamaian Aceh.
“Jika negara masih berkomitmen menjaga perdamaian Aceh, maka jangan kirim perwira yang tidak punya empati, tidak punya hati, dan tidak peka terhadap kondisi psikologis rakyat Aceh yang sedang menderita,” katanya.
Selain kepada KSAD, Alhadi juga mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, agar turun tangan secara langsung dan serius menangani persoalan banjir di Aceh. Ia menilai penanganan selama ini terkesan lamban dan tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan.
“Presiden jangan hanya menerima laporan dari bawahan yang kerjanya tidak jelas. Rakyat Aceh butuh kehadiran negara secara nyata, bukan sekadar janji dan pencitraan,” tegasnya.
Alhadi mengingatkan, apabila persoalan ini tidak segera ditangani dengan serius dan bijaksana, maka dikhawatirkan akan melebar dan berpotensi membuka kembali luka lama rakyat Aceh yang telah terpendam puluhan tahun.
“Jangan biarkan kesalahan satu orang merusak perdamaian Aceh yang dibayar mahal dengan darah, air mata, dan pengorbanan rakyat,” pungkas Alhadi. (AI)
