KAB. BIMA - Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kabupaten Bima* menilai krisis komunikasi yang dipicu oleh Kepala Dinas PUPR NTB telah melampaui masalah teknis, menyentuh inti dari integritas dan etika kepemimpinan. Pernyataan tersebut dinilai telah mencederai martabat masyarakat di Pulau Sumbawa.
Buyung Nasution, Ketua MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Bima, menyatakan bahwa seorang pemimpin publik dituntut untuk memiliki kepekaan dan kebijaksanaan lisan dalam merespons kondisi daerah, terutama wilayah yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap isu pembangunan.
“Kami sangat menyesalkan diksi yang digunakan oleh Kadis PUPR NTB. Diksi tersebut merendahkan dan menimbulkan interpretasi di tengah masyarakat Kabupaten Bima bahwa kami telah dibiarkan dari prioritas pembangunan. Ini adalah cermin nyata dari krisis empati birokrasi,” tegas Buyung Nasution , Senin (1/12).
Implikasi Diksi terhadap Kepercayaan Publik
Buyung Nasution menjelaskan, inti permasalahannya terletak pada hilangnya kepercayaan publik. Masyarakat memahami adanya penundaan proyek, tetapi diksi yang diucapkan mengindikasikan pengabaian yang tidak memiliki batas waktu dan kejelasan.
“Data angka boleh bicara Pulau Sumbawa dapat porsi besar, tetapi diksi kontroversial tersebut telah meruntuhkan komitmen Pemprov di mata rakyat. Masyarakat tidak hanya butuh perbaikan jalan, tetapi butuh jaminan kehormatan bahwa mereka diperhatikan dan dihargai. Pejabat publik wajib menjadi jembatan dialog, bukan pemecah belah,” ujarnya.
Tuntutan Terukur untuk Keadilan Etika
Pemuda Pancasila Kabupaten Bima mendesak Gubernur NTB untuk mengambil langkah tegas yang terukur dan elegan untuk memulihkan stabilitas dan kepercayaan.
“Kami meminta Kadis PUPR untuk segera mencabut pernyataan tersebut, meminta maaf secara terbuka, dan yang terpenting, Gubernur NTB harus mengambil sanksi etika dan disiplin yang tegas terhadap pejabat yang terbukti gagal menjaga lisan. Pejabat yang tidak mampu menjadi pemersatu, harus dievaluasi kelayakannya memegang amanah rakyat,” tutup Buyung Nasution. (*)
