Jakarta,- Persoalan tenaga honorer masih menjadi sorotan utama dalam pembahasan kebijakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Persoalan ini pula yang dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI bersama Aliansi Dosen PPPK Indonesia.
Sejak skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) diberlakukan tahun 2018, jutaan honorer, baik di pusat maupun daerah mulai diakomodasi untuk memperoleh kepastian status mereka. Namun, sistem kontrak dan perpanjangan masa kerja yang melekat pada PPPK dinilai menimbulkan diskriminasi dibandingkan PNS yang memiliki status tetap hingga pensiun.
Ketua BAM DPR RI, Ahmad Heryawan menegaskan, jawaban atas persoalan ini bisa diinisiasi dari revisi regulasi yang mengatur kepegawaian ASN. Revisi regulasi diperlukan agar pemerintah memiliki payung hukum yang lebih adil dalam mengatur status ASN.
DPR menilai, revisi regulasi diperlukan agar pemerintah memiliki payung hukum yang lebih adil dalam mengatur status ASN. Selain itu, hal ini juga menjadi solusi jangka panjang untuk mencegah menumpuknya tenaga honorer baru yang setiap tahun masih bermunculan di berbagai instansi.
“Kalau memang sama-sama ASN, maka seharusnya tidak ada perbedaan yang mencolok antara PNS dan PPPK. Kalau tetap dibedakan, justru berpotensi menimbulkan ketidakadilan,” tegas Anggota yang akrab disapa Aher ini dalam pertemuan BAM DPR RI di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Di sisi lain, legislator dari PKS ini juga memahami tantangan beban anggaran yang cukup besar dalam menuntaskan pengangkatan honorer. Data terbaru mencatat, lebih dari 1,7 juta tenaga honorer membutuhkan kepastian status, dengan konsekuensi anggaran gaji mencapai triliunan rupiah.
Selain menyangkut beban fiskal, persoalan teknis penempatan juga masih terjadi. Banyak tenaga PPPK yang ditempatkan jauh dari daerah asal, sehingga menimbulkan gelombang pengunduran diri. Ia menilai mekanisme penempatan perlu ditata ulang agar sesuai kebutuhan instansi sekaligus mempertimbangkan aspek sosial bagi para tenaga honorer.
“Kita harus ketemu dengan BKN, kita harus ketemu dengan KemenPAN-RB, kita harus ketemu dengan Kemendikti Saintek. Karena persoalannya harus sampai penyelesaian di atas masalahnya,” pungkasnya. (*)