Buntut Dugaan Kriminalisasi Masyarakat Lokal, Kepemimpinan Lalu Iqbal Dipertanyakan

Barsela24news.com

Mataram, NTB - Konflik lahan antara H. Suriamin, seorang tokoh masyarakat Gili Trawangan, dengan warga negara asing (WNA) Brendan Edward Muir asal Australia, menyiratkan masalah mendalam. Hal ini lantaran tidak adanya kepastian hukum dan ketimpangan kekuasaan di pulau wisata tersebut.

Konflik tersebut bukan sekadar perselisihan sewa-menyewa. Namun, merupakan gejala dari sistem pengelolaan lahan yang tidak mengakui hak-hak masyarakat lokal. 

Pernyataan itu ditegaskan, Fathul Khairul Anam, S.H, M.H, selaku Kuasa Hukum H. Suriamin.

"Termasuk kehadiran Gubernur NTB yang tidak serius memperhatikan masyarakat lokal Gili Trawangan. Karena dari peristiwa ini, sudah bertolak belakang dengan spirit awal pemutusan Kontrak lahan Eks GTI, yakni tanpa melupakan jejak histori masyarakat lokal disana," kata Anam kepada media ini.

Malah sebaliknya, kata Anam, kecenderungan yelow papper (Persetujuan pemamfaatan lahan) justru berpihak kepada WNA. "Lalu Iqbal tidak benar-benar serius memprioritaskan masyarakat lokal Gili Trawangan," tuduhnya

Lebih jauh kata Anam, kasus ini, tidak bisa dilihat secara hitam-putih. Konflik ini berpusat pada perjanjian sewa lahan antara H. Suriamin dan Brendan Edward Muir (pengelola hostel My Mates Place) yang ditandatangani pada 27 Mei 2015 untuk jangka waktu 20 tahun. 

Usai pemutusan kontrak PT GTI, terjadi kebingungan mengenai kepada siapa pihak asing harus membayar sewa. 

"Ketika pembayaran dihentikan dan warga lokal melakukan upaya penegasan klaim. Seperti berbagai bentuk upaya penagihan uang sewa, tindakan itu dapat dengan mudah disajikan sebagai pengusiran atau pemerasan," katanya.

Tindakan Brendan yang melaporkan H. Suriamin beserta dengan anaknya, bahkan dilihat memenjarakan satu keluarga ke Polda NTB dapat dilihat sebagai bentuk kriminalisasi.

Media ini berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak Pemprov NTB juga Gubernur NTB, Lalu M. Iqbal. Namun belum ada respons hingga berita ini dimuat.

Ulasan Kasus

Untuk diketahui, kasus tersebut oleh kejaksaan Tinggi NTB sudah masuk pelimpahan ke Pengadilan Negeri Mataram. Di mana aaat ini telah masuk agenda pembuktian di tahap persidangan.

Pemerintah Provinsi NTB juga sejatinya telah mengambil langkah progresif dengan memutus kontrak pengelolaan dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) pada 2021. Di mana saat itu juga menyerahkan pengelolaan lahan seluas 65 hektare kepada masyarakat lokal.

Namun, transisi menuju kepastian hukum ini belum tuntas. Terdapat sekitar 724 pihak yang masih menguasai lahan eks-PT GTI tanpa kepastian hukum yang jelas, dan pemerintah sedang berupaya melakukan pendataan untuk menyelesaikan sengketa 30 tahun ini. (RY)
Tags