Bantuan Pangan: Antara Harapan dan Kekecewaan Warga

Barsela24news.com
Koordinator Lembaga Study Profesi Indonesia (LSPI), Pemerhati Desa, Ahmad S, Amd.


Jakarta,- Pemerintah Indonesia siapkan anggaran dengan total mencapai Rp 6.5 Triliun, untuk pelaksanaan penyaluran bantuan pangan beras (20 kg) dan minyak goreng (4 liter) hingga Desember 2025 untuk keluarga berpenghasilan rendah guna menjaga daya beli dan stabilitas harga. Bantuan ini merupakan kelanjutan program untuk membantu memenuhi kebutuhan pokok, khususnya menjelang akhir tahun.

Penyaluran bantuan pangan berupa beras dan minyak goreng kembali menjadi perhatian publik. Program yang bertujuan meringankan beban ekonomi masyarakat, khusus nya keluarga kurang mampu, ini menuai berbagai tanggapan di lapangan. 

"Di satu sisi, bantuan tersebut dirasakan sangat membantu, namun di sisi lain juga memunculkan sejumlah kritik dan pertanyaan dari masyarakat".

Bagi sebagian masyarakat penerima manfaat, bantuan beras dan minyak goreng dinilai sangat membantu kebutuhan dapur sehari-hari, di tengah harga bahan pokok yang fluktuatif, bantuan ini jadi penopang ketahanan pangan keluarga. 

Selain itu program ini juga dianggap sebagai bentuk kehadiran negara dan pemerintah desa dalam melindungi masyarakat rentan dari tekanan ekonomi. 

Bantuan pangan berupa beras dan minyak goreng sejatinya hadir sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang membutuhkan. Namun dalam praktiknya, program ini tidak selalu berjalan mulus dilapangan. 

Dibalik manfaat yang dirasakan sebagian warga, muncul pula rasa kecewa dan pertanyaan dari masyarakat lainnya. 

Bagi penerima bantuan beras dan minyak goreng jelas meringankan beban kebutuhan dapur, akan tetapi bagi warga yang merasa layak namun tidak terdata, bantuan justru menimbulkan kecemburuan sosial. 

"Ketidaktepatan sasaran menjadi persoalan klasik yang terus berulang dari tahun ke tahun".

Penetapan penerima bantuan di dasarkan pada data yang telah ditetapkan melalui sistem yang berlaku. Pemerintah Desa berperan sebagai penyalur di tingkat desa dan tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan atau mengubah daftar penerima secara sepihak. 

Pemerintah desa harus dapat menghimbau masyarakat untuk tetap menjaga konduktivitas serta menyampaikan masukan dan keberatan melalui mekanisme yang telah disediakan. 

Jangan sampai, bantuan yang seharusnya menjadi solusi justru berpotensi memicu konflik sosial di tingkat desa. (Red)