Mataram, 02 Desember 2025 – Eksekutif wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Nusa Tenggara Barat, menyatakan sikap menolak secara tegas rencana pengadaan mobil listrik oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB). Kebijakan tersebut dinilai tidak mencerminkan prinsip efisiensi anggaran, tidak berpihak pada kepentingan rakyat, serta berpotensi memboroskan keuangan daerah hingga diperkirakan mencapai Rp5–10 miliar.
Muhammad Ramadhan selaku Ketua EW LMND NTB menegaskan bahwa di tengah kondisi sosial-ekonomi masyarakat NTB yang masih menghadapi berbagai persoalan serius seperti kemiskinan, pengangguran, infrastruktur rusak, krisis air bersih, lemahnya layanan pendidikan dan kesehatan, serta ancaman bencana, pemerintah justru merencanakan belanja kendaraan yang hanya dinikmati oleh segelintir pejabat.
“Kami menilai ini sebagai bentuk kekeliruan serius dalam membaca skala prioritas pembangunan daerah. Dengan estimasi anggaran Rp5–10 miliar, pemerintah seharusnya mengalokasikan dana tersebut untuk kebutuhan yang langsung menyentuh hajat hidup rakyat, bukan untuk kendaraan dinas berbasis listrik yang manfaatnya sangat terbatas bagi publik,” tegas Muhammad Ramadhan.
Ia menjelaskan, jika satu unit mobil listrik bernilai ratusan juta hingga lebih dari Rp1 miliar, maka pengadaan beberapa unit sekaligus jelas tidak memenuhi asas efisiensi dan keadilan anggaran. Terlebih, kesiapan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian kendaraan listrik, pemerataan pasokan listrik, serta biaya perawatan juga belum sepenuhnya siap di NTB.
LMND NTB menilai bahwa transisi energi tidak boleh dijadikan dalih untuk proyek elitis dan simbolik. Kebijakan lingkungan harus dilandasi oleh keadilan sosial, kesiapan daerah, dan manfaat langsung bagi masyarakat luas, bukan sekadar pencitraan birokrasi.
Lebih lanjut, LMND NTB juga menyoroti belum terbukanya informasi secara transparan kepada publik terkait:
• Dokumen perencanaan pengadaan,
• Jumlah unit mobil yang akan dibeli,
• Spesifikasi kendaraan,
• Sumber serta skema pendanaan anggaran,
• Analisis manfaat dan dampak kebijakan tersebut.
Minimnya transparansi tersebut, menurut Muhammad Ramadhan, berpotensi membuka ruang pemborosan bahkan penyimpangan anggaran, sehingga bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Dalam konteks efisiensi anggaran dan kebutuhan mendesak masyarakat, LMND NTB menilai bahwa anggaran Rp5–10 miliar tersebut lebih tepat dialokasikan untuk:
1. Perbaikan jalan rusak di desa dan wilayah terpencil.
2. Penyediaan air bersih dan sanitasi layak.
3. Penguatan layanan puskesmas dan rumah sakit.
4. Peningkatan kualitas pendidikan, ruang kelas, dan kesejahteraan tenaga pendidik.
5. Penanganan banjir, kekeringan, serta mitigasi bencana.
Atas dasar itu, LMND NTB menyatakan sikap resmi sebagai berikut:
1. Menolak rencana pengadaan mobil listrik oleh Pemprov NTB.
2. Mendesak Pemprov NTB untuk menghentikan sementara rencana tersebut dan melakukan evaluasi menyeluruh.
3. Meminta agar pemerintah daerah mengutamakan prinsip efisiensi, efektivitas, dan keberpihakan pada rakyat dalam pengelolaan APBD.
4. Mendesak keterbukaan dan transparansi penuh kepada publik terkait seluruh rencana dan estimasi anggaran pengadaan mobil listrik.
“Kami mengingatkan bahwa setiap rupiah APBD adalah uang rakyat yang wajib dikelola secara hati-hati, efisien, dan bertanggung jawab. Jika Pemprov NTB tetap memaksakan kebijakan ini di tengah kondisi rakyat yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, maka kami menilai pemerintah telah gagal menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama,” tutup Muhammad Ramadhan. (Red)
